"It's time to change" semboyan dari paman obama.
Tapi yang mau dirubah apa? untuk saya hal yang harus dirubah adalah pola hidup manusia yang merusak ALAM.
Angka kerusakan hutan di Indonesia
mencapai rata-rata 500—600 ribu ha per tahun. Pada tahun 1990, dari 144
juta ha kawasan hutan tropis yang ada, 20 juta ha (14%) di antaranya
dinyatakan dalam keadaan kritis. Selama ini program reboisasi tak
sanggup mengejar laju perusakan yang terus berlangsung. Angka resmi sisa
hutan Indonesia menurut BPS (Biro Pusat Statistik) tinggal 1,4 juta
km2.
Adanya perlombaan untuk menguasai pasaran kayu internasional merupakan
salah satu sebab Indonesia kehilangan hutannya seluas 1,5 juta ha pada
tahun 1993. Pada tahun itu banyak pengusaha yang melakukan penyelundupan
dan peralihan fungsi hutan. Sementara itu menurut hasil World Bank Foresty Study tahun 1994, penebangan hutan di Indonesia mencapai 300.000—1,3 juta ha per tahun.
Sumber : Wikipedia Indonesia
Penyebab Kerusakan Hutan di Indonesia
Sejak
1990, angka-angka resmi telah menunjukkan bahwa Indonesia telah
kehilangan seperempat dari keseluruhan luas hutannya. Berkurangnya
hutan-hutan primer itu menjadi lebih buruk: hampir 31 persen dari hutan
tua kepulauan ini telah jatuh ke tangan penambang dan pengembang lahan
pada periode yang sama. Bahkan, tingkat penggundulan hutan ini tidak
melambat. Berkurangnya hutan dalam satu tahun telah meningkat hingga 19
persen sejak akhir 1990an, sementara setiap tahunnya berkurangnya hutan
primer telah meluas hingga 26 persen. Statistik ini seharusnya menjadi
sesuatu yang memalukan bagi Indonesia dan bukti ketidakmampuan
pemerintah mengatasi berkurangnya hutan dan ketidakmampuan dalam
menanggulangi kroni dan korupsi.
Kondisi udara, awan dan atmosfer yang ditutupi asap seperti
pulau Kalimantan dan Sumatera yang cukup luas terkadang menembus ke
wilayah tetangga seperti Malaysia, Brunei dan Singapura. Hutan Indonesia
sebagai produsen asap sering mendapat protes tidak hanya dari negeri jiran bahkan dunia internasional.
Sebagai bangsa beradab dan berbudaya kita seharusnya menyikapi hal ini
dengan serius tidak hanya mengekploitasi tetapi juga serius mengelola
dan memanfaatkan agar hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia dapat
lestari.
Sebagaimana
kita maklumi di daerah Kalimantan Selatan kualitas sumber daya lahan
dan tanah untuk pertanian di perbukitan sangat kurang, sehingga apabila
sudah ditanami dua sampai tiga kali terulang lahan tersebut tidak
potensial lagi, ditambah dengan teknologi pertanian yang sangat tradisional. Karena itulah masyarakat yang dipimpin Kepala Padang (Kepala Ladang) membuka hutan lagi untuk lahan pertanian baru demi kelangsungan hidup mereka.
Proses tradisional ini sudah berlangsung ratusan tahun atau semenjak
manusia Kalimantan mulai berbudaya hingga sekarang ini. Sepengetahuan IMPAS-B hingga penghujung tahun 80-an
tidak ada dampak negatif dari aktivitas ladang berpindah karena sewaktu
pembakaran lahan masyarakat selalu siap di sekeliling tepian hutan
(dalam arti jangan sampai hutan ikut terbakar).
Berladang bagi masyarakat Dayak Kalimantan (penghuni hutan) hanya
sekadar untuk mencukupi keperluan pangan saja, tidak sebagai usaha
komersial, dan mereka mencukupi kebutuhan lainnya dengan mengambil apa
saja yang bernilai ekonomis yang ada di hutan. Peladang berpindah
selalu membuka hutan baru berdasarkan perkiraan musim atau iklim.
Menurut pengamatan dan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab
masyarakat Dayak Kalimantan yang menghuni hutan, berladang bagi mereka
adalah keharusan alami.
Penebang Liar
Di masa orde lama istilah “penebang liar” tidak pernah dikenal
khususnya di daerah Paramasan Bawah. Kalau masyarakat penghuni kawasan
hutan berladang untuk mencukupi keperluan pangan beras, maka untuk
keperluan hidup lainnya mereka memanfaatkan sumber daya hutan lainnya.
Sebelum negeri ini merdeka masyarakat sudah mengenal dan memanfaatkan hasil hutan dengan menebang secara manual atau cara tradisional.
Perdagangan hasil hutan berupa kayu saat itu dilakukan secara barter
dalam skala lokal. Kayu sebagai bahan bangunan rumah tinggal hanya
kulitnya saja yang dapat mereka ambil karena minimnya teknologi dan
keterampilan mereka masa itu.
Penebangan Oleh Pemilik HPH
Sejujurnya, apa saja yang kita lakukan terhadap hutan baik ladang
berpindah, perambah hutan, penebang liar, lahan perkebunan, produksi
bahan bangunan seperti balok-balok ulin dan siap dan ekploitasi hutan
oleh pemilik HPH kesemuanya itu akan mengganggu ekosistem dan merusak habitat hutan. Perbedaannya terletak pada besar-kecilnya kerusakan yang ditimbulkan akibat permanfaatan hutan.
Hutan yang masih utuh perawan sangat indah, kokoh menakjubkan. Daun,
ranting dan dahan rapat menjaga sinar matahari agar tidak tembus leluasa
ke bawah pohon. Kerapatan daun fungsinya sangat besar yaitu melindungi kawasan semak dan belukar
di bawahnya agar dedaunan yang membusuk menjadi humus dan menyerap air
sebagai persediaan air hujan jika musim kemarau tiba. Perilaku hutan ini
juga merupakan upaya hutan secara alami melindungi dirinya dari bahaya kebakaran.